"Perjalanan menempuh ratusan ribu kilometer harus dimulai dengan satu langkah kaki".

Rabu, 13 Januari 2016

Fase Kehidupan

19.13 Posted by azkasadan No comments
Pernikahan bukanlah belenggu atas kebebasan, melainkan sebuah fase atau tahapan hidup yang insyaAllah akan dialami oleh setiap manusia, kini atau nanti. Pernikahan adalah penyatuan dua hati dalam indahnya komitmen dan janji suci. Pernikahan adalah pelengkap separuh diri, yang segala sesuatu di dunia ini tiada yang dapat menyamai.

Pernikahan bukan tentang apa yang ‘aku’ punya dan tidak punya, bukan tentang apa yang ‘kamu’ punya dan tidak punya. Dalam pandanganku, pernikahan yang diniatkan hanya untuk melengkapi kehidupan akan melahirkan cinta transaksional : cinta terpelihara karena ada tukar-menukar antar suami dan istri. Tukar-menukar kecantikan dan kekayaan, kebesaran nama dan kebesaran harta, keshalihan dan keindahan rupa, dan seterusnya, dan seterusnya.
Benar bahwa dalam pernikahan ada hak dan kewajiban yang membuat baik suami dan istri berhak meminta, dan di sisi lain berkewajiban untuk memberi, yang secara tidak langsung membentuk suatu ‘transaksi.’
“Aku kan sudah menjalani kewajiban mencari nafkah, mana pelayananmu terhadapku?” ujar suami
Di saat yang sama, istri bisa saja berkata, “Aku sudah berlelah-lelah mengerjakan semua pekerjaan rumah, merawat anak, melayanimu, sebagai kewajibanku. Sekarang, mana hak aku untuk belanja dan jalan-jalan?”
Berbicara hak dan kewajiban suami dan istri dalam pernikahan tentu bukan menjadi areaku. Yang aku ingin sampaikan adalah, kita bisa saja menjalani kehidupan pernikahan dengan pola pikir ‘hak-kewajiban’ seperti itu, dengan harapan pernikahan kita benar-benar berjalan dengan penuh pertanggungjawaban, karena itulah bobot besar hubungan pernikahan jika dibandingkan dengan hubungan pacaran. Dengan pola pikir seperti itu, kita bisa berharap tidak akan ada hak-hak yang terbengkalai, tidak ada yang terdzalimi.



doc:google
Bahwa pernikahan bukanlah tujuan tapi bagian dari proses. Dan, semua manusia memiliki prolog sebelum memutuskan untuk menikah dengan orang yang diyanikininya tepat. Yaa..walaupun dikata mereka mungkin telah menjalani hubungan selama beberapa tahun terakhir, tapi takdir tetaplah takdir. Tidak bisa dilawan atau dihindari atau bahkan memilih. Tidak kesemuanya.
Ikrar nikah bukanlah sebuah tujuan. Jangan dikira habis ikrar habis perkara. Oh, tentu tidak.


Nikah itu tentang komitmen. Bagaimana dua orang yang tadinya asing satu sama lain, harus benar-benar berniat untuk mempertahankan apa yang sudah diikrarkan bagaimanapun caranya, apapun kondisinya.

Nikah bukan sesuatu yang bisa dihitung dengan rumus matematika. Karena nikah itu kualitas. Bukan kuantitas. “Kamu udah nikah?” “Belum. Belum dua kali.” Bukan yang seperti itu. Omongkosong sekali kalau ada yang mengatakan “Aku rela berbagi dengan dia.” Tidak. Tidak ada yang rela diduakan. Satu itu menggenapkan. Dua membunuh.

Nikah bukan soal “kamu udah ngasi apa ke aku?” Tapi soal berapa banyak yang sudah aku beri, atau berapa banyak yang sudah dia beri. Juga soal mengapa aku memberi. Mengapa dia memberi.

Nikah bukan soal “Aku cemburu kamu dekat-dekat dengan dia!” Bukan, bukan soal itu. Tapi soal “Aku memahami keadaanmu" 
Nikah juga bukan soal “Jangan pergi, aku membutuhkanmu.” Tapi soal “Tenang, kau tahu aku selalu ada untukmu.” Tanpa harus diminta.
Tidak bermaksud sok tau, hanya saja bercermin dari apa yang kulihat, apa yang kudengar, dan apa yang kualami, termasuk dari beberapa walimah yang kuhadiri belakangan ini. Pernikahan bukan sesuatu yang mudah untuk dilalui. Banyak airmata. Tapi juga bukan berarti tiada tawa.
Pernikahan itu tentang pengorbanan. Sebuah pengorbanan yang tidak bisa dilakukan hanya dengan bermimpi.
Nikah dan pernikahan itu tentang keikhlasan. Semua tentang keikhlasan. Keikhlasan untuk memberi. Keikhlasan untuk mencinta. Keikhlasan untuk mengorbankan. Keikhlasan untuk menerima. Keikhlasan untuk menghargai satu sama lain. Keikhlasan untuk berbagi tangis juga senyum.
Aku bisa menuliskan semua ini karena aku melihat dan mendengar. 
Mereka semua memberiku jawaban, bahkan sebelum aku bertanya.

0 komentar:

Posting Komentar